Pages

Friday 7 October 2011

PROYEKSI GERAKAN MAHASISWA KEDEPAN

Sejarah bangsa Indonesia merupakan sejarah gerakan anak-anak muda. Mulai dari dicetuskannya Sumpah Pemuda yang mampu membuat perlawanan di setiap daerah menjadi lebih terorganisir, hingga tumbangnya rezim Soeharto melalui gerakan reformasi pada tahun 1998. Namun, pasca gerakan reformasi tahun 1998, gerakan mahasiswa kemudian mengalami penurunan intensitas perlawanan. Ironisnya, penurunan intensitas gerakan ini justru terjadi pada saat perubahan situasi ekonomi-politik bertambah buruk sehingga menciptakan banyak momen yang membutuhkan kepeloporan gerakan mahasiswa.
Gerakan mahasiswa pasca reformasi 98 mengalami euphoria, sehingga komitmen untuk terus mengawal agenda-agenda reformasi semakin surut. Tumbangnya rezim orde baru membuat gerakan mahasiswa kehilangan orientasi gerakan dan kembali terpecah-pecah. Kondisi ini semakin diperburuk dengan perkembangan situasi ekonomi-politik yang sangat cepat dan tidak mampu diimbangi dengan respon politik yang cepat pula oleh gerakan mahasiswa. Momentum ekonomi-politik yang seharusnya dapat menjadi ajang konsolidasi gerakan mahasiswa, tidak mampu memancing soliditas gerakan yang lebih luas. Begitu banyak permasalahan ekonomi, politik, sosial dan budaya justru memecah konsentrasi gerakan, sehingga aliansi-aliansi yang di bangun oleh gerakan mahasiswa mengalami polarisasi.
Secara umum, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan intensitas gerakan mahasiswa, antara lain :
  1. Banyaknya momentum ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Begitu banyak momentum ekonomi, politik, sosial dan budaya yang harus mendapatkan respon politik dari gerakan mahasiswa. Sehingga, memecah konsentrasi gerakan mahasiswa. Ada begitu banyak kebijakan yang anti terhadap kesejahteraan rakyat ditetapkan dalam rentang waktu yang sangat cepat. Hal ini membuat gerakan mahasiswa justru menjadi sulit untuk terkonsolidasi karena adanya perbedaan wacana dan prioritas isu yang menjadi tuntutan mendesak dan harus direspon oleh gerakan mahasiswa. Solidaritas dan aliansi-aliansi gerakan mahasiswa menjadi sulit terbangun. Kalaupun ada, maka aliansi tersebut tidak mampu bertahan lama.
  1. Represifitas
Dalam sejarahnya, gerakan mahasiswa telah mengalami begitu banyak tekanan, baik yang secara fisik maupun mental (terror), baik yang dilakukan secara langsung oleh militer maupun oleh milisi sipil. Peristiwa Malari, Tanjung Priuk, Trisakti, April Makassar Berdarah serta Tragedi UMI 1 Mei dan masih banyak lagi aksi penculikan dan represif oleh aparat dalam aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa. Hal ini, mau tidak mau dan sadar atau tidak sadar juga telah menjadi salah satu factor yang melemahkan konsolidasi gerakan mahasiswa. Rendahnya tingkat kesadaran dan pemahaman mayoritas mahasiswa terhadap kondisi obyektif yang harus direspon oleh gerakan mahasiswa mengurangi kemampuan mobilisasi massa dalam setiap aksi yang dilakukan. Di sisi lain, aksi yang dilakukan dengan jumlah massa yang tidak signifikan, sangat rawan terhadap represifitas dan kurang mampu mencuatkan isu yang menjadi tuntutan.
  1. Sistem pendidikan
Pendidikan sangat erat kaitannya dengan lapangan pekerjaan dan masa depan mahasiswa. Pendidikan menjadi salah satu pertimbangan keterlibatan mahasiswa dalam membangun gerakan. Jadwal pendidikan yang begitu padat serta banyaknya tugas-tugas yang harus dikerjakan, membuat mahasiswa tidak memiliki waktu untuk terlibat secara aktif dalam membangun gerakan mahasiswa. Belum lagi adanya pengekangan, yang melarang mahasiswa untuk berorganisasi, membuat pamflet, melakukan aksi dan banyak lagi yang lainnya.
  1. Ilusi-ilusi politik (hegemonisasi)
Pasca tumbangnya rezim orde baru, roda pemerintahan berjalan dengan metode baru yang berupaya memperlihatkan bahwa, demokratisasi telah tumbuh di Indonesia. Meskipun kita juga telah mengetahui bahwa gerakan reformasi hanya membuahkan pergantian kepemimpinan dan berbagai ilusi politik yang membuat masyarakat menjadi semakin miskin dan sengsara. Saat ini pemerintah Indonesia telah memperlihatkan watak dan karakter yang anti terhadap demokrasi. Program neo-liberalisme terus dipraktekkan dan berbagai kebijakan yang anti terhadap kesejahteraan rakyat di tetapkan. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya intensitas propaganda dan kampanye pemerintah lewat media massa, baik cetak maupun elektronik untuk mendukung kebijakannya. Seolah-olah, bahwa tidak ada jalan keluar alternative untuk mengatasi persoalan ekonomi yang melanda Negara Indonesia kecuali dengan menggusur dan mengorbankan rakyat miskin. Untuk meredam gejolak massa yang berpotensi semakin meluas, masih dipraktekkan cara-cara orde baru, seperti : Penunggangan, waspada bahaya laten komunis, dll. Metode seperti ini, memang sangat efektif untuk menghancurkan gerakan yang tidak memiliki proyeksi dan tingkat kesadaran perlawanan yang masih rendah, apalagi bila ditambah dengan arogansi organisasi dan sektoral.
Berdasarkan uraian diatas, maka gerakan mahasiswa sudah harus memiliki konsep tentang visi masyarakat di masa depan dan proyeksi gerakan mahasiswa untuk tetap konsisten dalam mengawal seluruh agenda tersebut. Untuk membangun gerakan mahasiswa yang up to date, ada beberapa hal mendasar yang harus di evaluasi oleh gerakan mahasiswa agar sesuai dengan konteks kekinian, antara lain :
  1. Pengembangan metode gerakan yang lebih radikal
  2. Menggalakkan aktivitas diskusi lintas kampus untuk membahas persoalan-persoalan yang factual di tengah-tengah masyarakat
  3. Melakukan analisis dan telaah yang mendalam terhadap persoalan-persoalan masyarakat dan mengemas dalam bentuk isu bersama yang kompleks dan merekomendasikan solusi alternative yang juga komprehensif.
  4. Penguatan lembaga kemahasiswaan dan proses kaderisasi untuk membangun mental dan watak revolusioner di kalangan mahasiswa
  5. Mengikis arogansi antar lembaga dan organisasi
  6. Bergabung bersama gerakan massa lintas sector
  7. Melakukan advokasi dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya
  8. Melakukan sosialisasi dalam makna counter hegemony terhadap kampanye dan propaganda yang mendukung kebiajakan anti rakyat dan menyudutkan gerakan mahasiswa
  9. Membangun media massa cetak dan elektronik sebagai media propaganda dan kampanye
  10. Melakukan kegiatan-kegiatan bersama lintas kampus dan lintas sector
Jumlah mahasiswa secara keseluruhan sekitar 3 % dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta orang. Dari jumlah mahasiswa yang hanya sekitar 3% tersebut, kita harus kembali mengklasifikasikan dalam beberapa tipologi, antara lain : mahasiswa yang tidak ingin terlibat dalam gerakan, mahasiswa yang lebih suka menjadi simpatisan gerakan, mahasiswa yang justru kontra terhadap gerakan, mahasiswa yang ikut-ikutan, mahasiswa yang terlibat dalam gerakan tapi masih takut menghadapi resiko, dan lain-lain. Dengan demikian, menyandarkan gerakan hanya pada sector student (mahasiswa) tidak akan membawa kita pada perubahan yang signifikan. Hampir sama dengan yang terjadi pada sector lainnya, Pertanian, perburuhan, dan lain-lain, mahasiswa juga terhimpit oleh problem sektoralnya. Dalam realitasnya, saat ini energi gerakan mahasiswa justru banyak terserap untuk menyelesaikan problem di bidang pendidikan.
Tapi sekali lagi, gerakan mahasiswa memiliki history sebagai kekuatan pendobrak yang masih mendapatkan kepercayaan yang besar dari massa rakyat. Berkurangnya kepercayaan massa rakyat terhadap gerakan mahasiswa, justru lebih banyak disebabkan oleh manajemen gerakan mahasiswa yang tidak solid dan wacana yang tidak sesuai dengan tingkat kesadaran massa rakyat. Saat inipun, massa rakyat dihadapkan pada kenyataan bahwa para politisi yang mengkampanyekan perubahan semasa pemilu juga tidak dapat lagi di percaya, karena terbukti semakin menyengsarakan rakyat. Dalam kondisi yang demikian, maka jalan lainnya adalah rakyat akan bertindak mencari jalan keluarnya sendiri. Ini bisa berarti : Pertama : rakyat akan melakukan perlawanan sendiri yang tidak terorganisir. Kedua : kemiskinan dan kesengsaraan akan meningkatkan angka kriminalitas.
Gerakan mahasiswa di beberapa Negara berkembang dari problem dalam dunia pendidikan. Hal ini disebabkan, problem yang hadir dalam dunia pendidikan merupakan ekses dari kontradiksi yang secara umum dirasakan oleh seluruh sector-sektor sosial masyarakat. Persoalan tersebut, tidak akan mampu terjawab tuntas jika hanya diupayakan melalui satu sector, atau dengan metode bergerak disektor masing-masing. Metode ini sangat tidak efektif karena kesadaran massa hanya akan tertinggal pada kesadaran sektoral saja. Sehingga, gerakan sektoral akan gagap untuk menjawab solusi alternative yang ditawarkan. Menurut Ernest Mandels, kegagapan gerakan mahasiswa dalam mencari solusi terhadap problem di sector  sendiri ini yang kemudian mendorong gerakan mahasiswa untuk berbaur dengan gerakan rakyat lainnya. Apakah kondisi yang demikian sedang terjadi di Indonesia ?  Secara teoritik, hal ini merupakan sebuah keniscayaan sejarah. Akan tetapi proses ini berjalan sangat lambat di Negara kita. Harus ada upaya untuk mendorong kesadaran gerakan mahasiswa untuk sampai pada fase kesadaran multi sektoral. Apalagi kondisi ini terus diperparah dengan kemampuan rezim dalam memberikan ilusi dan melakukan represif untuk meredam gejolak perlawanan yang terus mengalir dari seluruh sector.
Tembok kokoh simbolisasi kemajuan peradaban dengan nuansa intelektualitas telah dirobohkan dalam hitungan sekejap saja oleh kekejaman militer. Meskipun tidak dapat dpungkiri, bahwa kerap kali kampus juga dikotori oleh mahasiswanya sendiri dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang jauh dari intelektualitas. Namun, tindakan yang telah dilakukan oleh militer pada saat itu tetap tidak dapat dibenarkan.
Rakyat sudah sangat rindu akan lahirnya sebuah perubahan. Harapan kita, bahwa gerakan mahasiswa mampu menjawab kerinduan ini dengan tetap konsisen pada komitmen untuk setia di garis massa.

0 comments:

Labels

ABDUL HAFIDZ, AR | Template by - Abdul Munir - 2008 - layout4all