Sejarah bangsa Indonesia merupakan
sejarah gerakan anak-anak muda. Mulai dari dicetuskannya Sumpah Pemuda
yang mampu membuat perlawanan di setiap daerah menjadi lebih
terorganisir, hingga tumbangnya rezim Soeharto melalui gerakan reformasi
pada tahun 1998. Namun, pasca gerakan reformasi tahun 1998, gerakan
mahasiswa kemudian mengalami penurunan intensitas perlawanan. Ironisnya,
penurunan intensitas gerakan ini justru terjadi pada saat perubahan
situasi ekonomi-politik bertambah buruk sehingga menciptakan banyak
momen yang membutuhkan kepeloporan gerakan mahasiswa.
Gerakan mahasiswa pasca reformasi 98
mengalami euphoria, sehingga komitmen untuk terus mengawal agenda-agenda
reformasi semakin surut. Tumbangnya rezim orde baru membuat gerakan
mahasiswa kehilangan orientasi gerakan dan kembali terpecah-pecah.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan perkembangan situasi
ekonomi-politik yang sangat cepat dan tidak mampu diimbangi dengan
respon politik yang cepat pula oleh gerakan mahasiswa. Momentum
ekonomi-politik yang seharusnya dapat menjadi ajang konsolidasi gerakan
mahasiswa, tidak mampu memancing soliditas gerakan yang lebih luas.
Begitu banyak permasalahan ekonomi, politik, sosial dan budaya justru
memecah konsentrasi gerakan, sehingga aliansi-aliansi yang di bangun
oleh gerakan mahasiswa mengalami polarisasi.
Secara umum, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan intensitas gerakan mahasiswa, antara lain :
- Banyaknya momentum ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Begitu banyak momentum ekonomi, politik,
sosial dan budaya yang harus mendapatkan respon politik dari gerakan
mahasiswa. Sehingga, memecah konsentrasi gerakan mahasiswa. Ada begitu
banyak kebijakan yang anti terhadap kesejahteraan rakyat ditetapkan
dalam rentang waktu yang sangat cepat. Hal ini membuat gerakan mahasiswa
justru menjadi sulit untuk terkonsolidasi karena adanya perbedaan
wacana dan prioritas isu yang menjadi tuntutan mendesak dan harus
direspon oleh gerakan mahasiswa. Solidaritas dan aliansi-aliansi gerakan
mahasiswa menjadi sulit terbangun. Kalaupun ada, maka aliansi tersebut
tidak mampu bertahan lama.
- Represifitas
Dalam sejarahnya, gerakan mahasiswa
telah mengalami begitu banyak tekanan, baik yang secara fisik maupun
mental (terror), baik yang dilakukan secara langsung oleh militer maupun
oleh milisi sipil. Peristiwa Malari, Tanjung Priuk, Trisakti, April
Makassar Berdarah serta Tragedi UMI 1 Mei dan masih banyak lagi aksi
penculikan dan represif oleh aparat dalam aksi-aksi demonstrasi yang
dilakukan oleh mahasiswa. Hal ini, mau tidak mau dan sadar atau tidak
sadar juga telah menjadi salah satu factor yang melemahkan konsolidasi
gerakan mahasiswa. Rendahnya tingkat kesadaran dan pemahaman mayoritas
mahasiswa terhadap kondisi obyektif yang harus direspon oleh gerakan
mahasiswa mengurangi kemampuan mobilisasi massa dalam setiap aksi yang
dilakukan. Di sisi lain, aksi yang dilakukan dengan jumlah massa yang
tidak signifikan, sangat rawan terhadap represifitas dan kurang mampu
mencuatkan isu yang menjadi tuntutan.
- Sistem pendidikan
Pendidikan sangat erat kaitannya dengan
lapangan pekerjaan dan masa depan mahasiswa. Pendidikan menjadi salah
satu pertimbangan keterlibatan mahasiswa dalam membangun gerakan. Jadwal
pendidikan yang begitu padat serta banyaknya tugas-tugas yang harus
dikerjakan, membuat mahasiswa tidak memiliki waktu untuk terlibat secara
aktif dalam membangun gerakan mahasiswa. Belum lagi adanya pengekangan,
yang melarang mahasiswa untuk berorganisasi, membuat pamflet, melakukan
aksi dan banyak lagi yang lainnya.
- Ilusi-ilusi politik (hegemonisasi)
Pasca tumbangnya rezim orde baru, roda
pemerintahan berjalan dengan metode baru yang berupaya memperlihatkan
bahwa, demokratisasi telah tumbuh di Indonesia. Meskipun kita juga telah
mengetahui bahwa gerakan reformasi hanya membuahkan pergantian
kepemimpinan dan berbagai ilusi politik yang membuat masyarakat menjadi
semakin miskin dan sengsara. Saat ini pemerintah Indonesia telah
memperlihatkan watak dan karakter yang anti terhadap demokrasi. Program
neo-liberalisme terus dipraktekkan dan berbagai kebijakan yang anti
terhadap kesejahteraan rakyat di tetapkan. Hal ini seiring dengan
semakin meningkatnya intensitas propaganda dan kampanye pemerintah lewat
media massa, baik cetak maupun elektronik untuk mendukung kebijakannya.
Seolah-olah, bahwa tidak ada jalan keluar alternative untuk mengatasi
persoalan ekonomi yang melanda Negara Indonesia kecuali dengan menggusur
dan mengorbankan rakyat miskin. Untuk meredam gejolak massa yang
berpotensi semakin meluas, masih dipraktekkan cara-cara orde baru,
seperti : Penunggangan, waspada bahaya laten komunis, dll. Metode
seperti ini, memang sangat efektif untuk menghancurkan gerakan yang
tidak memiliki proyeksi dan tingkat kesadaran perlawanan yang masih
rendah, apalagi bila ditambah dengan arogansi organisasi dan sektoral.
Berdasarkan uraian diatas, maka gerakan
mahasiswa sudah harus memiliki konsep tentang visi masyarakat di masa
depan dan proyeksi gerakan mahasiswa untuk tetap konsisten dalam
mengawal seluruh agenda tersebut. Untuk membangun gerakan mahasiswa yang up to date, ada beberapa hal mendasar yang harus di evaluasi oleh gerakan mahasiswa agar sesuai dengan konteks kekinian, antara lain :
- Pengembangan metode gerakan yang lebih radikal
- Menggalakkan aktivitas diskusi lintas kampus untuk membahas persoalan-persoalan yang factual di tengah-tengah masyarakat
- Melakukan analisis dan telaah yang mendalam terhadap persoalan-persoalan masyarakat dan mengemas dalam bentuk isu bersama yang kompleks dan merekomendasikan solusi alternative yang juga komprehensif.
- Penguatan lembaga kemahasiswaan dan proses kaderisasi untuk membangun mental dan watak revolusioner di kalangan mahasiswa
- Mengikis arogansi antar lembaga dan organisasi
- Bergabung bersama gerakan massa lintas sector
- Melakukan advokasi dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya
- Melakukan sosialisasi dalam makna counter hegemony terhadap kampanye dan propaganda yang mendukung kebiajakan anti rakyat dan menyudutkan gerakan mahasiswa
- Membangun media massa cetak dan elektronik sebagai media propaganda dan kampanye
- Melakukan kegiatan-kegiatan bersama lintas kampus dan lintas sector
Jumlah mahasiswa secara keseluruhan
sekitar 3 % dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta orang.
Dari jumlah mahasiswa yang hanya sekitar 3% tersebut, kita harus
kembali mengklasifikasikan dalam beberapa tipologi, antara lain :
mahasiswa yang tidak ingin terlibat dalam gerakan, mahasiswa yang lebih
suka menjadi simpatisan gerakan, mahasiswa yang justru kontra terhadap
gerakan, mahasiswa yang ikut-ikutan, mahasiswa yang terlibat dalam
gerakan tapi masih takut menghadapi resiko, dan lain-lain. Dengan
demikian, menyandarkan gerakan hanya pada sector student (mahasiswa)
tidak akan membawa kita pada perubahan yang signifikan. Hampir sama
dengan yang terjadi pada sector lainnya, Pertanian, perburuhan, dan
lain-lain, mahasiswa juga terhimpit oleh problem sektoralnya. Dalam
realitasnya, saat ini energi gerakan mahasiswa justru banyak terserap
untuk menyelesaikan problem di bidang pendidikan.
Tapi sekali lagi, gerakan mahasiswa
memiliki history sebagai kekuatan pendobrak yang masih mendapatkan
kepercayaan yang besar dari massa rakyat. Berkurangnya kepercayaan massa
rakyat terhadap gerakan mahasiswa, justru lebih banyak disebabkan oleh
manajemen gerakan mahasiswa yang tidak solid dan wacana yang tidak
sesuai dengan tingkat kesadaran massa rakyat. Saat inipun, massa rakyat
dihadapkan pada kenyataan bahwa para politisi yang mengkampanyekan
perubahan semasa pemilu juga tidak dapat lagi di percaya, karena
terbukti semakin menyengsarakan rakyat. Dalam kondisi yang demikian,
maka jalan lainnya adalah rakyat akan bertindak mencari jalan keluarnya
sendiri. Ini bisa berarti : Pertama : rakyat akan melakukan perlawanan sendiri yang tidak terorganisir. Kedua : kemiskinan dan kesengsaraan akan meningkatkan angka kriminalitas.
Gerakan mahasiswa di beberapa Negara
berkembang dari problem dalam dunia pendidikan. Hal ini disebabkan,
problem yang hadir dalam dunia pendidikan merupakan ekses dari
kontradiksi yang secara umum dirasakan oleh seluruh sector-sektor sosial
masyarakat. Persoalan tersebut, tidak akan mampu terjawab tuntas jika
hanya diupayakan melalui satu sector, atau dengan metode bergerak
disektor masing-masing. Metode ini sangat tidak efektif karena kesadaran
massa hanya akan tertinggal pada kesadaran sektoral saja. Sehingga,
gerakan sektoral akan gagap untuk menjawab solusi alternative yang
ditawarkan. Menurut Ernest Mandels, kegagapan gerakan mahasiswa
dalam mencari solusi terhadap problem di sector sendiri ini yang
kemudian mendorong gerakan mahasiswa untuk berbaur dengan gerakan rakyat
lainnya. Apakah kondisi yang demikian sedang terjadi di Indonesia ?
Secara teoritik, hal ini merupakan sebuah keniscayaan sejarah. Akan
tetapi proses ini berjalan sangat lambat di Negara kita. Harus ada upaya
untuk mendorong kesadaran gerakan mahasiswa untuk sampai pada fase
kesadaran multi sektoral. Apalagi kondisi ini terus diperparah dengan
kemampuan rezim dalam memberikan ilusi dan melakukan represif untuk
meredam gejolak perlawanan yang terus mengalir dari seluruh sector.
Tembok kokoh simbolisasi kemajuan
peradaban dengan nuansa intelektualitas telah dirobohkan dalam hitungan
sekejap saja oleh kekejaman militer. Meskipun tidak dapat dpungkiri,
bahwa kerap kali kampus juga dikotori oleh mahasiswanya sendiri dengan
melakukan aktivitas-aktivitas yang jauh dari intelektualitas. Namun,
tindakan yang telah dilakukan oleh militer pada saat itu tetap tidak
dapat dibenarkan.
Rakyat sudah sangat rindu akan lahirnya
sebuah perubahan. Harapan kita, bahwa gerakan mahasiswa mampu menjawab
kerinduan ini dengan tetap konsisen pada komitmen untuk setia di garis
massa.
0 comments:
Post a Comment