Pages

Saturday 29 June 2013

ARAH PERGERAKAN MANTAN MAHASISWA


SEPERTI APA PERJUANGAN MANTAN AKTIVIS MAHASISWA ??

Mantan mahasiswa mungkin itu salah satu sebutan buat para mahasiswa yang telah menjadi wisudawan dan wisudawati, dunia yang baru akan mereka masuki. Dunia seperti apa ?? apakah para mantan mahasiswa akan berhenti melakukan pergerakan setelah mereka jadi sarjana?? Itu semua akan menjadi sebuah pilihan dan tantangan yang berat untuk mereka tapi sangat disayangkan kalau pergerakan yang telah di bangun dengan tetesan keringat dan pengorbanan yang besar ditinggalkan begitu saja. Pergerakan seperti apa yang akan dilakukan oleh para mantan mahasiswa dan kemana arahnya..??

ARAH PERGERAKAN DAN SEPERTI APA ?

Arah perjuangan mahasiswa pasca wisuda tergantung dari apa yang ditempuh pada waktu ia kuliah. Mahasiswa aktivis selalu terjun kedunia politik praktis yang notabene menumbuhkan karirnya sebagai mahasiswa aktivis. Tetapi yang perlu disadari tidak semua mahasiswa aktivis terjung kedunia politik hal ini depengaruhi oleh faktor budaya dan lingkungan masyaraka disekitarnya. Dan kalaupun ada mahasiswa aktivis yang terjung kedunia politik praktis tidak lepas dari perjuangan untuk kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan umum (umat). Peran aktivis hanya sebatas mencari ideologi oportunisme yang ujung- ujungnya kekuasaan dan keuntungan materialisme. Sehingga tidak heran kita melihat perkembangan ideologi kapitalisme begitu drastis. Aktivis (mantan mahasiswa) aktifitasnya dalam politik praktis membutuhkan wadah atau tempat untuk membangun wacana politiknya seperti LSM,Ornop, Parpol dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan terakhir “adakah” kontribusi yang diberikan oleh aktivis terhadap kehidupan masyarakat?.

Kalapun kita lihat dari istilah “politik praktis” sudah barang tentu para aktivis lebih menekankan untuk membangun masyarakat politik bukan civil society (masyarakat madani). Masyarakat politik adalah masyarakat yang lahir dari masyarakat alamiah yang mementingkan kebebasan dalam mencari dan merebut kekuasaan. Disini, beda dengan istilah civil society yang dimana masyarakat dirancang dalam keorganisasian yang akuntabel dalam kehidupan bernegara. Aktivis yang mengenyam dunia pendidikan ditingkat perguruan tinggi lebih tau akan pergolakan kehidupan masyarakat karena mereka mempunyai teori untuk memprediksikanya. Tetapi kenapa aktivis tidak mampu mengambil jalan tengah untuk menyelesaikan permasalah (konflik) yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, jawabannya karena aktivis lebih membangun political behavior dalam tatanan masyarakat ketimbang social behavior.

Pada saat kuliah jiwa antusianisme aktivis dalam merespon permasalahan publik sangat berkobar bagaikan api. Teriakan dan gerakan aktivis sangat lantang bahkan ditakuti oleh para birokrasi. Tapi ketika keluar dari dunia kemahasiswaan suara aktivis hilang dan kalaupun ada hanya suara oportunisme. Aktivis telah dihegomoni oleh paradigmanya sendiri dan dari pihak elit politik. Yang akhirnya aktivis dijadikan alat oleh elit politik dalam mencari kekuasaan atau mempertahankannya. Lebih parah lagi,tidak jarang aktivis bersifat premanisme dalam perpolitikan yang rakus dengan jabatan dan kekuasaan yang tidak menghiraukan kata “tidak” bahkan “lawan”, segala cara ditempuh demi mencapai tujuan. Moral politik dijadikan hitam putih dalam retorika politik dan agama dijadikan landasan retorika politik “kotor”. Belum hilang dari ingatan kita sosok aktivis Akbar Tanjung yang terjebak dalam kasus korupsi, dan banyak aktivis-aktivis lain yang dijadikan sebagai refleksi betapa rusaknya moral aktivis pasca wisuda.

Menurut saya sangat sulit untuk menemukan aktivis sejati pasca wisuda yang gerakannya sesuai komitmen awal untuk membina masyarakat madani (civil society) dalam membangun bangsa. Aktivis juga manusia yang cenderung lemah dalam melawan politik dan akhirnya politik yang mengarahkan aktivis bukan aktivis yang mengarahkan politik. Ibnu khaldun pernah mensyinalirkan politik merupakan puncak syahwat manusia. Dimata masyarakat aktivis merupakan sosok intelektual yang akan mengarahkan roda perpolitikan dikanca publik. Aktivis masuk dirana-rana partai politik yang mencari jalan menuju kekuasaan dan pada kesempatan. yang sama aktivis menghegomoni masyarakat melalui keintelektualnya.

Produk dari perjuangan aktivis adalah nampaknya politisi- politisi hitam ditatanan lembaga negara terutama dalam lembaga legislatif. Maka tidak heran diera reformasi dalam tatanan lembaga negara Indonesia masih diwarnai oleh politisi- politisi hitam. Dialektika diatas merupakan fakta gerakan aktivis pasca wisuda. Pada hakekatnya perjuangan aktivis bersifat kontinu bukan hitam putih.Aktivis harus mampu membangun konsep masyarakat madani (civil society) untuk melawan depotisme negara.
 Semoga apa yang telah mereka bangun tidak hilang,karakter kritis,kejujuran dan idealisme mereka tidak hilang termakan lobi-lobi politik dan diskusi-diskusi dilematis yang syarat intrik dan skenario. Wallahu A'lam
Dikutip dari Berbagai Sumber
Created By : Abdul Hafidz AR
Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional FISIP UR
Berdomisili di Pekanbaru
kritik dan saran bisa disampaikan ke :
bmalay48@yahoo.com
085263905088

0 comments:

Labels

ABDUL HAFIDZ, AR | Template by - Abdul Munir - 2008 - layout4all